biografi ibu kensunyian

semua orang mengenalinya sebagai ibu sunyi, di awal waktu ia perempuan, ia ibu dari ribuan tahun yang merayakan hening setelah satu hari sebelumnya disajikan arak-arakan penghibur dan pengusir petaka ia perempuan yang terbangun hari ini                 dalam sepi dalam puasa wicara menunggu petang yang gulita dengan anak-anak waktu yang siap lahir esok denganku. Denpasar, 7 Maret

teman yang kaya

kata orang, temanku kaya. kataku juga. badannya kurus, kulit gelap tapi bersih, berkacamata. sepertinya, dari kecil ia sudah lahir dari harta. setiap tarikan nafasnya adalah apa yang ia inginkan. aku heran. biasanya orang kaya cenderung sombong. tapi ia tidak. bahkan ia pintar dan diberi karunia. semalam, waktu kami makan bersama, kubilang padanya. seperti legenda, mungkin

Dongeng Sebelum Tidur Untuk Anakku

Bukan salah mereka tanah bumi retak di sebelah selatan bukan juga salah cadas yang tak lagi bisa menopang kita apa yang sedang membuat kita keram dan kaku kalau bukan ritus bumi? Ia bangun di pagi hari                 menggeliat kalem menyapa langit lalu terjadilah hari bersebelahan dengan matahari sesekali ia cekung, kemudian malampun berkuasa sementara itu, di

percakapan

            – kojeng Tanahku harum, jejak magis masih membungkus kami kalau kau harus datang dan mengambil satu genggam tak usah mengabariku lewat surat elektronik. Datanglah, jejakkan lagi selangkah ada satu rindu yang bisa kau rebut dan menebarkannya di tanahmu. Kau adalah percakapanku jangan berlindung pada gumam dan rapuh bukankah kau kadung pongah mencuri daging kami untuk

berita koran pagi ini

tahun pertama menjadi air tahun ketujuh tengadah tahun ke sebelas jalanan dipenuhi bunga tahun ke dua puluh, tanah retak tahun ke dua puluh satu, tanah makin retak tahun ke tiga puluh lima, berempat kami singgah di pantai tahun ke tiga puluh tujuh menyodoriku pilihan tahun ke empat puluh, air dimana-mana tahun ke empat puluh empat

kelahiran batu

satu malam tertentu, cahaya merah di sana adalah berkah ada bau tanah berhembus, menyebar hingga di tempatku berbaring kelahiran bebatuan yang tadinya sebatas teka-teki perlahan-lahan, awan panas membuatnya nyata membuatnya sempurna                 tanpa cacat. maka datanglah pagi penuh abu melahirkan batu dan tanah penuh taksu Denpasar, Mei 2006 Ni Made Wawi Adini

minute of meeting

Meja dan kursi pertemuan sudah siap. Sebentar lagi peserta akan duduk mendengarkan. Pertemuan dimulai. Seorang pria, sang pimpinan pertemuan mulai mengoceh. Bercerita tentang negara, mengkritik koruptor, mengelu-elukan kelompoknya, membanggakan diri telah berhasil menimbun lembaran rupiah dan berinvestasi pada ajang sosial. Barangkali hanya pena yang ia pegang, setia untuk mendukung alenia pikirannya. (karena para partisipan mulai

sebelum kita bertemu

pada siang yang sangat menantang engkau menutup mata di atas pasir tempatmu berbaring, coba pahami apa yang telah engkau pilih, Dewi bila itu adalah putra sang laut bukan tidak mungkin engkau harus belajar tentang pasang kau harus luruh berenang bersama ikan atau binatang laut                 abdi-abdi kerajaan baruna satu saat Dewi, bila laut menjelang surut engkau

Silsilah

Ia lahir                 di lahan bangsawan (padahal kelas sudah kubunuh) belajar menyusun alam menjadi kuasa. Pada musim angin, ia tak mau keluar orang-orang mendatanginya membawakan suguhan aku tahu ia tak kan pergi kendati matahari mengundang hangat tapi, aku belum juga mengerti kenapa orang-orang tetap datang menjadi anak busur yang terus dilemparkan. ada semacam ketololan tumbuh subur

sarapan pagi di sebuah restoran

Satu jam yang lalu ia mengirimkan pesan untuk bertemu di sebuah restoran. Sebelumnya, ia mengundangku untuk menyisir  jalanan menuju restoran itu.  Bersama-sama kami berjalan kaki, ia menumpahkan kekesalan atas tingkah suaminya yang kasar dan sempat menunjukkan lebam. Aneh. Lebam yang selalu berpindah entah di bahu, paha, pipi atau luka gores tipis di lengan. Dengan baju

layang-layang

derma sang angin mengantarkan mereka menuju pantai arak-arakan yang berangkat kesana mengungkap riang mengusung layang-layang raksasa aku ingat, tadi pagi mereka telah menyiapkan seluruh perangkat dan kini mereka bersorak di tengah bau arak lautku, akankah ia mengenali aromanya? tampaknya tak ada satu ritual yang sungguh-sungguh bernama pengorbanan atau, barangkali demikian satu cara mereka dalam mendefinisikan