Menjaga kesempatan

Aku dihubungi oleh salah satu provider kesehatan kami. Katanya, “Anda masih berhutang 320 ribu, ibu. Kami hendak menanyakan kapan akan ada realisasi pembayaran mengingat ini sudah bulan ketiga dan adalah urusan pribadi ibu. Bukan perusahaan.” Tentunya aku tak akan lupa. 320 ribu. Aku mendapatkan obat dan belum membayarnya. Untuk apa harus dibayar, seharusnya ini adalahContinue reading “Menjaga kesempatan”

Sebagai buruh, siapa yang kamu bela?

Sebagai buruh, siapa yang kamu bela? Buruhmu atau mereka yang membayar buruh? Dengungan ini berkali-kali aku dera kepadanya. Karena ia berdiri dan terbaca menjadi mata-mata penguasa. Lalu sejenak dan gerak cepat, aku coba mengubah diriku menjadi dia. Mencari tahu kenapa harus mengusahakan penguasa yang memiliki akses segala kata kunci. Aku menemukan satu kata. Penjilat. IaContinue reading “Sebagai buruh, siapa yang kamu bela?”

Aku mencium bau kematian

Apakah kamu mencium bau kematian? Tidak. Ini aura kehancuran. Aku terbangun jam 5 pagi ini. Mengganjal. Demikian pula aku. Tak-nya aku bisa mengalahkan pagi dan menangis aku dipeluk embun. Aneh ini bisa terjadi pula denganku. Di tempat duduk ini, aku lunglai. Beragam entah dan lemas. Ajaib sungguh. Apa yang sedang dilakukan alam pada kita denganContinue reading “Aku mencium bau kematian”

Buatkan skenarionya!

Kalau dia sakit dan tidak punya uang untuk pergi ke dokter, apakah ada yang bisa aku salahkan dengan situasi ini? Tentu tidak. Atau mungkin harus ada sehingga ada kelanjutannya. Dia, perempuan, dengan anak satu. Suaminya bekerja dan sangat menyayanginya. Yang tidak tepat hanyalah uang. Uang yang ia dapatkan sejumlah 1,5 juta per bulan. Membayar cicilanContinue reading “Buatkan skenarionya!”